KENAPA KITA BERMAZHAB Mengukuhkan Sistem Bermazhab dan Kajian Kritis atas Idiologi Anti Mazhab.
Rp55.000 Harga aslinya adalah: Rp55.000.Rp40.000Harga saat ini adalah: Rp40.000.
Dalam sejarahnya, fikih, yang selama berabad-abad diwakili oleh empat mazhab besar, selalu bergumul dan berdialog dengan realitas kehidupan manusia. Dalam ranah itulah fikih memang seharusnya berfungsi. Memasuki era modern, fikih dalam bingkai empat mazhab dituntut untuk terus melaju lebih cepat mengejar arus perkembangan yang sedemikian pesat. Namun, sebagian orang masih menaruh keraguan dan mempertanyakan kapasitas fikih empat mazhab dalam berdiaolog dengan dinamika realitas modern. Sebagian mereka menggugat kembali kemapanan empat mazhab fikih dan meminggirkannya dari realitas kehidupan keagamaan modern, karena dianggap tidak mampu berjalan sejajar dengan laju perkembangan.
Di samping itu, mereka menyandangkan stigma negatif pada fikih empat mazhab yang menurutnya bagian dari bentuk ortodoksi yang menghambat kemajuan intelektual umat Islam. Dalam menjalankan agama dan merespons perkembangan modernitas, mereka mengambil jalur “ijtihad” menurut pengertian mereka sendiri. Dengan menyitir “bunyi” ayat-ayat dan hadis secara apa adanya, mereka menuding praktik taklid dan bermazhab sebagai suatu yang dilarang agama. Kami menyebutnya golongan antimazhab. Adapun sebagian yang lain tidak secara tegas mengekpresikan antipatinya terhadap fikih empat mazhab. Sebaliknya, pengakuan-pengakuan verbal mereka menyatakan penghormatan yang besar terhadap fikih empat mazhab sekaligus menegaskan identitasnya sebagai penganut sistem mazhab. Agenda besar yang mereka perjuangkan adalah menyegarkan kembali konstruksi fikih agar selalu adaptif terhadap perkembangan modern dengan tetap berdiri di atas pondasi fikih empat mazhab. Akan tetapi, aroma dari produk pemikiran dan gagasan mereka merepresentasikan kecenderungan menabrak pakem-pakem sistem bermazhab. Kami menyebutnya golongan post-tradisionalisme yang gagal memegang prinsip.
Kecenderungan melepas keterikatan dengan fikih empat mazhab adalah sumber pokok bagi derasnya arus pemikiran yang telah bergeser dari nilai-nilai keislaman yang telah digariskan para ulama pendahulu. Sebab sejauh ini, ulama pendahulu kita merupakan sarjana-sarjana besar fikih empat mazhab yang, tentu saja, menganut sistem bermazhab. Beragam pemikiran yang berakar pada kecenderungan melepas mazhab fikih itu dapat kita rasakan hingga detik ini, misalnya, salaf-wahabi yang belakangan dakwahnya semakin masif dan telah meluas ke berbagai pelosok negeri pertiwi ini.
Esensi Mazhab Fikih
Fikih (hukum-hukum Islam) semula lahir dari jalan pemikiran (manhaj) yang masih dalam bentuk konsepsi masing-masing ahli hukum. Perkembangan selanjutnya, jalan pemikiran tersebut dibakukan dan disusun secara rapi yang belakangan disebut dengan ushul fikih (kerangka metodologis). Merupakan syarat mutlak bagi seorang mujtahid mendesain kerangka metodologis pemikirannya secara mandiri.
Sehingga dari kerangka metodologis (ushul fikih) inilah pemikiran-pemikiran para ahli hukum mengalir membentuk entitas baru bernama ‘fikih’. Dari sini dapat secara mudah dipahami dari mana asal penciptaan nuansa pluralitas (khilafiyyah) pendapat-pendapat fikih yang tak lain dari perbedaan kerangka metodologis yang beragam dari tiap-tiap mujtahid.
Hasil pemikiran hukum (fikih) dari tiap-tiap mujtahid tersebut, kemudian dilembagakan menjadi aliran pemikiran hukum yang popular disebut ‘mazhab Fikih’.
Mengenai arti mazhab dalam istilah fikih Syaikh Abu Bakr Syata ad-Dimyati menulis:
ثُمَّ اسْتَعْمِلَ فِيمَا ذَهَبَ إِلَيْهِ الإِمَامُ مِنَ الأَحْكَامِ
Kemudian, (kata mazhab) digunakan untuk mengistilahkan pandangan-pandangan seorang imam (mujtahid) tentang hukum-hukum
Sementara itu, bermazhab dalama fikih tak lain merupakan istilah yang menunjuk pada suatu cara menjalankan tuntunan syari`ah dengan berpedoman pada salah satu mazhab fikih. Atau dalam Bahasa yang lebih baku dan formal Syaikh abdul Fatah Qudais menulis:
إِنَّ التَّمَذْهُبَ هُوَ الأَخْذُ بِمَذْهَبِ إِمَامٍ مُجْتَهِدٍ إِمَّا فِي الْجُمْلَةِ بِأَنْ يَأْخُذَ بِرُخَصِ الْمَذْهَبِ وَعَزَائِمِهِ وَإِمَّا فِي مَسْأَلَةٍ أَوْ أَكْثَرَ مِنْ مَذْهَبِهِ
Sesungguhnya bermazhab ialah mengambil pendapat-pendapat Imam mujtahid, baik secara totalitas, dalam arti bersedia menjalankan hukum-hukum rukhsah (dispensasi) dan `azimah (standart normatif), atau (secara parsial) hanya dalam satu kasus permasalahan atau lebih
Dalam praktiknya (dimasa kini), bermazhab dalam fikih umumnya dipandu oleh sejumlah literatur mazhab yang memuat di dalamnya keputusan-keputusan hukum seorang mujtahid. Tegasnya, semua teknis pelaksanaan, misalnya ibadah, selalu mengacu pada ketentuan-ketentuan meliputi syarat, rukun dsb yang tertera dalam literatur mazhab. Disamping itu segala bentuk kejadian dan peristiwa senantiasa dipertanyakan statusnya di mata hukum dan dicarikan jawaban berikut solusinya melalui literatur dalam lingkungan mazhabnya.
Meskipun hal di atas memperlihatkan betapa bermazhab fikih memiliki ikatan dan pertalian yang sangat erat dengan Imam mujtahid yang menjadi panutannya, akan tetapi seseorang tidak dituntut untuk mengucapkan ikrar yang menyatakan diri ikut dan setia kepada Imam mazhab yang dianutnya (sebagaimana yang terjadi dalam praktik tarikat tasawuf). Melainkan eksistensi bermazhab mulai berjalan seiring dengan pengamalan atas ketentuan hukum dalam mazhab tertentu.
Gambaran sederhana mengenai praktik bermazhab fikih di atas, setidaknya dapat dibaca dari realitas keIslaman masyarakat Indonesia secara umum dan masyarakat pesantren secara khusus yang mayoritas penganut mazhab Syafi`i
Deskripsi
Judul : KENAPA KITA BERMAZHAB Mengukuhkan Sistem Bermazhab dan Kajian Kritis atas Idiologi Anti Mazhab.
Kepengarangan :
1. Agus Abdulloh Ammar
2. Abdul Basith
3. Habiburrahman
4. M. Afin
5. Moh. Habibulloh Mahmud
6. M. Fahda Abdillah
7. Maulana Musyaffa`
8. M. Jirjis
9. M. Awwabin al-Kautsar
10. Ach. Syauqi Ridlo
11. Fatchi Fauzi
12. Abdul Alim asy -Syairozi13. Kurniawan
14. Zainurrahman
15. Jabir as-Shobah
16. Zidan Nawawi
17. M. Zainur Rozikin
18. Zuhron
19. Zuhrul Chadiq
20. Mas`ul Aniddin
21. Barkah Jihaduddin
22. M. Rohmatullah
23. Fahrul Rozi
Dimensi buku : 15,5 x 23 cm
Edisi : Pertama
Peruntukan:
Seri: Satu
Tahun terbit : 2025
Jenis pustaka : fiksi/non fiksi*
Kategori jenis : terjemahan/non terjemahan*
Terbitan : pemerintah, swasta, perguruan tinggi*
Sub : penelitian/non penelitian*
Kategori buku :lepas/berjilid*
Diskusi umum
Saat ini belum ada diskusi apapun pada produk ini
Ulasan
Belum ada ulasan.